Headlines Post :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5jovNpqUXwE18EplU4gm6P81iZrK84VxUVUROWCJWga9t2pXGuUoAVzWnydZ3aRcf80331tpw0zTf0LR3Gwz0gg6GUiYp6clGYFF4QJXNrtSKa5zGsProxx7OxzJowJHjmnn4JmlGzkU/
Latest Post

"KU KIRA DIA PENGEMIS"

Written By Miko Takada Tapiono on Jumat, 27 November 2020 | 00.50

 "KU KIRA DIA PENGEMIS"


Suatu malam setelah maghrib, saya mengendarai mobil menuju rumah. 

Tiba-tiba rasa migrain nyeri menyerang 

kepala hingga aku menepikan mobilku.


Berhenti sejenak menunggu rasa nyeri berkurang, aku berusaha mengalihkan pikiran dengan melihat sekeliling. Tiba-tiba kaca mobilku diketuk seorang anak laki-laki kira-kira umur 12 tahun. “Pak.. Bapak mau parkir ? Saya bantuin untuk parkir mobilnya ya.” katanya.


“Belum sekarang, saya mau istirahat dulu,”

 jawabku.

“Kalau gitu apa Bapak punya uang 2000 ?”

 tanya anak itu.


Karena aku sedang tidak mau diganggu, aku buru-buru serahkan uang itu. Lalu aku mulai mengamati anak itu. Dia mendekati tukang gorengan lalu membeli beberapa gorengan. Kemudian gorengan itu dia berikan pada sesosok orang tua yang duduk di bawah tiang listrik. Ketika dia melewati samping mobilku, aku buka kaca dan memanggilnya.


“Eh.. dik sini, itu siapa ?” tanyaku.


“Gak tau pak, saya juga baru saja ketemu” jawabnya.


“Loh, tadi kamu minta uang ke saya untuk beli gorengan, kenapa diberikan ke bapak tua itu ?” tanyaku.


“Oh.. saya tadi duduk di situ, ngobrol sama bapak itu. Bapak itu katanya puasa. Tadi saya lihat buka puasanya cuma minum. Katanya uangnya habis. Hari ini saya nggak jualan koran. Tanggal merah pak. Jadi ga punya uang. Saya cuma ada uang 1000. Kalau beli gorengan cuma dapat 1 kasihan ga kenyang. Makanya saya minta bapak 2000. Biar dapat 3. Bapak mau parkir sekarang? Saya bantuin parkir ya pak. Bapak kan udah bayar. Kalau saya sebenernya bukan tukang parkir,” katanya tertawa sambil garuk-garuk pipinya.


Aku terdiam. Tadi aku pikir anak ini pengemis seperti anak-anak yang biasa mangkal di jalan. Ternyata aku salah besar.


“Terus uang kamu habis dong dik ?” tanyaku.


“Iya pak. Nggak apa-apa. Besok bisa jualan koran. Inshaa Allah ada rejekinya lagi.” jawabnya.


“Kalau gitu bapak ganti ya uangnya dik … Sekalian sisanya buat jajan.” kataku sambil menyerahkan lembaran uang Rp 20.000,-.


“Nggak usah pak, Jangan.. Ibu saya sebetulnya melarang saya minta-minta. Makanya saya tawarin bapak parkirin mobil. Soalnya tadi saya kasihan bapak tua itu aja. Cuma saya bener-bener nggak punya uang,” katanya lagi.


“Eh Dik.. Bapak minta maaf ya tadi salah sangka sama kamu. Kirain kamu tukang minta-minta” kataku merasa bersalah.

“Saya yang minta maaf pak. Saya jadi minta uang duluan sama bapak. Padahal saya belum kerja.” jawabnya.


“Sama-samalah. Ini ambil uangnya. Ini kamu nggak minta, bapak yang beri.” kataku.

“Nggak pak, Makasih. Bapak mau parkir sekarang?” tanyanya lagi.


“Nggak. Bapak nggak usah dibantu parkir,” kataku.

“Beneran pak ? Soalnya saya mau jemput adik saya ngaji dulu. Takut nangis kalau kelamaan telat jemputnya.” katanya.


“Udah, sana jemput aja adikmu.” kataku tersenyum.

“Makasih ya pak.” katanya setengah berlari meninggalkan saya yang termangu.


Aku menoleh ke tiang listrik, bapak tua itu sudah pergi. Aku lihat dari spion mobil, anak 

itu berjalan setengah berlari.


Diluar sana banyak orang tidak seberuntung kita, tapi mereka masih memikirkan sesama, masih berusaha bersedekah dan sangat yakin akan jaminan rezeki.


Terima kasih nak, kamu hari ini telah memberikan pelajaran akhlaq yang luar biasa untukku. Semoga hidupmu berlimpah berkah dan rezeki.


Aku starter mobil dan melaju pelan-pelan menuju rumah. Aku sediiih dan tanpa sadar meneteskan air mata, kerena belum bisa berbuat banyak untuk sesama.

~ Berbagi Tak Harus Menunggu Kaya..

~ Pelajaran berharga tak selalu dari orang 

    yang berilmu




Selamat menjalankan ibadah sholat asar, semoga Allah menerima amal ibadah kita Aamiin

Adakah Nasihat yang Diam? Ada, Yaitu Kematian!

Written By Miko Takada Tapiono on Kamis, 26 November 2020 | 23.30

 Kematian adalah nasehat yang diam.

.

Adakah dari kita yang tidak mengetahui bahwa suatu ketika akan datang kmatian pada kita?


Allah Ta’ala berfirman:

“Setiap jiwa pasti akan mrasakan kematian. Dan kami benar-benar akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan dan kepada kamilah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya': 35)


Laa hawla walaa quwwata illa billaahil aliyyil adziim


Angan-angan mereka yang telah mati ialah kembali ke dunia walaupun sejenak untuk menjadi orang shalih. Mereka ingin taat kepada Allah, dan memperbaiki segala kerusakan yang dahulu mereka perbuat selama di Dunia.

Mereka ingin beramal sholeh, bersedekah, berdzikir kepada Allah, bertasbih, bertahlil walau sekali saja. Namun mereka tidak lagi punya kuasa dan diberi kesempatan untuk melakukan itu. Batas kematian telah datang padanya. Kematian serta-merta memupuskan segala angan-angan tersebut.

“Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke Dunia) agar aku beramal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yg diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.”

(Qs Al Mukminun: 99-100)


Sahabat-sahabatku, Yuk bersama-sama saling support untuk selalu istiqomah dalam kebaikan sebelum ajal tiba, dan senantiasa saling nasehat-menasehati dalam hal kebaikan.

Guru Besar UI: Coba Pikir, Kenapa Importir Gula Yang Nilainya Guede Banget, Pejabat Eselon dan Menteri Tidak Ditangkap KPK⁉️


Artikel dimuat di [PORTAL-ISLAM.ID]


Guru besar Universitas Indonesia, Profesor Ronnie Higuchi Rusli ikut menyoroti OTT KPK yang menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.


 KPK telah resmi menetapkan tersangka dan menahan Menteri KKP Edhy Prabowo, yang diduga menerima suapa Rp 9,8 Miliar dan 100 Ribu Dollar AS.


 "Coba pikir kenapa importir gula yg Whaaoo guedenya di Depdag gak ada yg dicokok KPK baik Eselon-1 dan Menterinya❓ belum pernah, Kenapa⁉️ Padahal sdh pernah ribut dan saya pernah tulis di RMOL soal The Seven Samurai disana⁉️" kata Prof. Ronnie di akun twitternya @Ronnie_Rusli, Kamis (26/11/2020).


 Coba pikir kenapa importir gula yg Whaaoo guedenya di Depdag gak ada yg dicokok KPK baik Eselon-1 dan Menterinya❓ belum pernah, Kenapa⁉️ Padahal sdh pernah ribut dan saya pernah tulisl di RMOL soal The Seven Samurai disana⁉️

—Ronnie H.Rusli,MS,PhD. (@Ronnie_Rusli) November 25,2020


 Soal 'Seven Samurai' pengusaha importir gula bisa baca-baca di google. Ngeriiiii.


Apa yang disampaikan Prof. Ronnie juga mirip dengan yang disampaikan ekonomo senior Faisal Basri. Faisal menyebut nilaniya Triliunan!


RI Impor Melulu, Faisal Basri: Mendag Dapat Triliunan, Lezat


 Impor pangan seperti beras, gula hingga garam disebut-sebut menjadi masalah di Indonesia. Pengamat ekonomi Faisal Basri menjelaskan masalah tersebut terjadi karena pejabat pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan yang salah urus. Dia menyebut, keran impor yang dibuka terlalu lebar memiliki rente atau keuntungan yang besar dan memiliki masalah yang besar.


"Saya sampaikan di forum-forum terbuka.. Rentenya luar biasa besar. Gula harganya Rp 12.500 biaya impor Rp 4.000, ditambah ongkos jadilah Rp 7.000 sisanya banyak itu, besar bisa triliunan," ujarnya, seperti dilansir detikcom.


LALU.. kenapa yang TRILIUNAN itu tidak ditangkap KPK?

INI kata pendapat netizen...


Kerna pembagian manisnya mrata? 🤔

— 𝕁 𝕦 𝕝 𝕚 𝕖 🌷(@Juli3th4) November 25, 2020


 wah,, kalau soal gula ini dibongkar bisa² yg "dihabisi" malah orang yg membongkar.. senior² semua yg kebagian kuotanya..

— Kąnabis Rądikąlis 🌿 (@WisnuRamadi) November 26, 2020


 Mungkin setoran nya lancar...

— My_Zhar (@tokdalang77) November 26, 2020


 Itu yang dicokok kan memang sengaja mau disingkirkan, kalau yang masih sekolam ya sampai kapanpun bakal aman kayaknya

— Emak Rempong (@KNaziela) November 26, 2020


http://www.portal-islam.id/2020/11/guru-besar-ui-coba-pikir-kenapa.html

🙏COKROAMINOTO, The Real Indonesian Founding Father...

Ada beberapa pengkaburan sejarah yang dilakukan Penjajah Belanda

Salah satu Faktanya sbb:


Oleh : Trisnowati


Satu abad yang lalu, Budi Utomo, organisasi yang cukup berpengaruh saat itu, melalui koran djawi Isworo, secara terang-terangan melakukan penghinaan terhadap Rasulullah Saw dengan mengatakan Beliau adalah laki-laki pemadat dan menikmati candu.  


Yang teramat sangat marah pada saat itu adalah seorang pemuda yang kelak menjadikan titik balik lahirnya Indonesia. Pemuda dengan ghirah luar biasa tsb adalah COKROAMINOTO, yang dg sigap mengajak orang-orang yang berghirah sama untuk mempersiapkan Muktamar Kaum Muslimin tanggal 17-2-1918. Tak cukup sampai disitu, Cokro pun berkeliling Indonesia menceritakan sejarah Rasulullah untul membangkitkan kecintaan umat Islam terhadap Nabi-nya. Perjalanan tersebut tidaklah sia-sia, karena Cokro berhasil membentuk Tentara Kanjeng Rasulullah dengan menghimpun 2,5 juta tentara. Bahkan nama Indonesia tersebut lahir dirumah Cokro, sebelum itu belum ada nama Indonesia. 


Tahun 1924, bersama Agus Salim, Cokro membuat Muktamar Al Islam dengan 2 agenda utama, yaitu :

 1. Berpegang teguh pada tali Allah

 2. Jangan berpecah belah

 

Cita-cita Cokro hanya satu, menjadikan Indonesia yang merdeka dengan Al Quran sebagai tulang punggungnya., itulah mengapa pada HUT RI ke-10, Agus Salim berpidato, " Alhamdulillah Indonesia sudah merdeka tapi belum sesuai dengan cita-cita pendirinya".


Cokro memiliki murid yang akhirnya menjadi tokoh sayap kiri sampai kanan. Kita mengenal Semaun, Aidit, Sukarno, dan Kartosuwiryo. Kartosuwiryo adalah asisten sekaligus sekretaris pribadi beliau, oleh karena itu, kalau mau jujur, pemikiran Kartosuwiryolah yang paling otentik dengan Cokro, sang Founding Father.

 

Bagaimana seorang Cokro memiliki pemikiran yang visioner dan membahana seperti itu, DNA ayahnya tak terelakkan mewarisi sikap Brave Heart yg langka saat itu. Ayah Cokro adalah salah satu panglima tertinggi perjuangan kemerdekaan Indonesia, Pangeran Diponegoro.


Kenapa semua seakan saling berangkai, dan buku sejarah tak pernah menceritakan itu, why ??

Itulah Deviasi Sejarah, seakan ditutup-tutupi, agar Ghirah dan perjuangan ummat Islam itu tak membahana dan kian meraksasa. 


Pangeran Diponegoro dikisahkan dalam buku-buku sejarah, melawan Belanda karena tanahnya direbut paksa.

Perjuangan Pangeran Diponegoro tidaklah sereceh dan serendah itu. Tapi benar-benar utusan Ke-Khalifan Turki Usmani, dengan sebuah visi : " Biladil Islam fii Tanah Jawi bil Quran ".


Dari fakta sejarah yg berhasil diungkap oleh Profesor Ahmad Mansyur melalui bukunya "Api sejarah", terbukti dan fakta yang tak terbantahkan bahwasanya Indonesia lahir dari tangan para ulama yang berjuang atas dasar Islam, mereka yang kita kenal sebagai pejuang nasional tak lain adalah para ulama , yang bukan saja penghapal Quran tapi benar-benar membumikan nilai Quran tersebut di Indonesia, terbukti dengan adanya 70 kerajaan Islam yg tersebar diseluruh penjuru indonesia.


Ke-Khalifahan bukan hal baru saat itu. 

Semoga dengan spirit 212 sebagai ukhuwah nasional, mampu membangkitkan ghirah dan martabat bangsa untuk memajukan  Indonesia dengan nilai-nilai Qurani.


#terinspirasi dari buku "Api sejarah", Prof Ahmad Masyur S.


#Bila kita tidak mempelajari sejarah, maka kita akan dipaksa untuk mengalami sekali lagi dengan cara yang buruk.


Jangan Lupa terhadap sejarah Islam di Indonesia

🙁Sebegini Serakahnya Kita?



Oleh : Nanang Fahrudin

Kenapa bayi dilahirkan dengan tangan menggenggam kuat?. Padahal tak ada sama sekali sesuatu yang digenggamnya?. Pertanyaan itu muncul dari seorang Kyai saat memberikan ceramah kepada ratusan orang yang duduk rapi di depannya. Sang Kyai pun menjawab sendiri pertanyaannya : karena sifat manusia sebenarnya adalah serakah. Genggaman itu sebagai isarat, bahwa manusia ingin selalu menggenggam dunia.
Ya, jawaban Kyai itu memang sederhana, lugas, tapi sangat dalam maknanya. Kyai itu melanjutkan pitutur-nya, bahwa saat manusia menemui ajal tak ada yang mati dengan tangan menggenggam. “Itu isarat bahwa manusia tak kan mampu menggenggam dunia ini. Bahkan sampai matipun”. Kira-kira begitu kata sang Kyai melanjutkan pembicaraannya.
Boleh jadi, kata-kata Kyai itu merujuk pada keserakahan manusia yang terus menjadi-jadi. Keserakahan akan materi yang tiada batasnya. Seorang pejabat, akan merasa merugi jika tidak mendapatkan fee dari proyek negara. Seorang pengusaha akan merasa rugi jika kalah tender sebuah proyek. Betapa makna “rugi” telah bergeser, hanya untuk memenuhi hasrat keserakahan manusia.
Makna lainnya, manusia saat ini selalu ingin menggambar masa depannya dengan menumpuk harta benda. Masa depan adalah kekayaan materi yang bisa diwariskan kepada anak-cucunya. Masa depan harus bisa dihadirkan saat ini. Akibatnya keserakahan memunculkan sifat individualisme yang keterlaluan. Individualisme yang buta akan manusia lain yang membutuhkan.
Keserakahan itu pulalah yang menyuburkan kapitalisme. Sebuah sistem sosial yang hanya menekankan pada sisi keuntungan. Semua dihitung pada wilayah untung dan rugi. Lihat saja, masyarakat sekitar kita, atau mungkin tepatnya diri kita sendiri. Betapa setiap hari diri kita dikejar-kejar oleh ketakutan akan hidup kekurangan. Ketakutan itu kemudian memunculkan keberanian untuk mencuri, menilep, merampas hak orang lain.
Keberanian mencuri, menilep dan merampas itulah yang kini banyak dipegang oleh siapapun. Dan mungkin, bisa jadi diri kita sendiri. Tapi, manusia adalah makhluk rasional. Artinya, keberanian (tanda kutip lho) itu lalu dirasionalisasi. Mencuri uang rakyat bukan sebuah kesalahan, karena itu sudah sesuai dengan aturan yang ada. Menilep uang perusahaan bukan sesuatu yang salah, karena tak hanya dirinya yang melakukan, melainkan banyak orang. Merampas bukan sesuatu terlarang karena, hasil rampasan itu untuk membangun sekolah, yayasan, panti sosial, dan sebagainya yang tujuannya untuk membantu masyarakat bawah juga.
Lebih parah lagi, kecenderungan sistem sosial saat ini, bahwa kapitalisme telah menjalin hubungan dengan organisasi. Maksudnya, tak hanya perusahaan yang secara nyata mencari keuntungan. Melainkan, hampir semua organisasi mengarah ke pencarian keuntungan, baik untuk dirinya sendiri atau untuk organisasi. Kalau sudah begitu, manusia secara individu sudah tak memiliki kekuatan sama sekali. Terkalahkan oleh organisasi, karena menganggap dirinya mewakili kepentingan umum.
Organisasi politik misalnya, akan selalu mengatakan apa yang dilakukannya adalah untuk kepentingan umum, didukung oleh masyarakat umum, dan demi mensejahterakan masyarakat umum. Padahal, bisa jadi apa yang dilakukan sebenarnya untuk kepentingan pribadi dan jauh dari sifat umum tadi. Organisasi berperan mengaburkan kepentingan pribadi itu untuk mendapatkan topeng kepentingan umum. Jika kepentingan umum yang mengemuka, maka mau tidak mau, masyarakat bisa menerimanya. Sebuah logika yang terbolak-balik.
Mungkin kita perlu mendengarkan kelanjutan apa yang disampaikan oleh Kyai di atas. Bahwa, manusia hidup tak pernah memiliki apa-apa. Semua akan bergerak bergantian. Saat ini, kita memiliki tanah, rumah, kendaraan, dan lainnya, tapi suatu saat rumah, tanah atau apapun akan pindah ke orang lain. Minimal kepada anak cucu kita. Jadi, kata sang Kyai itu, manusia hakekatnya tak pernah memiliki apapun di dunia ini.
Akhirul Kalam, kita perlu berpikir ulang tentang tujuan hidup kita.

(Dimuat buletin BACA! edisi IV Nopember 2009)

🤗Resume Buku HOW DEMOCRACIES DIE yang dibaca Gubernur Anies Baswedan

 By Yudha Pedyanto


Ketika saya bertanya apakah ada buku menarik yang akan diulas di komunitas KluBuku, salah seorang sahabat Midgardian mengusulkan sebuah buku dengan judul: "How Democracies Die", yang ditulis oleh Steven Levitsky and Daniel Ziblatt, dua orang ilmuwan politik dari Harvard University.


Seperti biasa jagad KluBuku sontak menjadi ramai, dan saling bertanya di mana bisa mendapatkan bukunya. Sayang bukunya tersedia dalam format digital, dengan harga cukup mahal, hampir seratus ribu rupiah. Tiba-tiba ada seorang dermawan menyahut; saya belikan membership premium (unlimited digital book download) bagi sepuluh orang selama sebulan. 


Lalu kami ramai-ramai mengunduh dan membaca buku tersebut. Melihat animo member sedemikian antusias, dan masih ada yang tidak kebagian, mungkin sang dermawan tadi tidak tega lalu berkata; saya buka lagi kesempatan bagi sepuluh orang lagi. Kami member KluBuku hanya bisa mendoakan; jazaakillah khairan. Tulisan ini saya dedikasikan buat sang dermawan tadi.


Sebagai penulis yang sudah menerbitkan buku yang mengkritik habis demokrasi, terus terang saya agak under estimate dengan buku tersebut. Apa masih ada bobrok demokrasi yang belum saya singkap? Tanya saya sedikit congkak. Ternyata saya salah. Buku tersebut membeberkan bobrok demokrasi yang luput dari sonar saya. 


Tanpa basa-basi Steven Levitsky and Daniel Ziblatt di bab pendahuluan langsung to the point menceritakan bagaimana demokrasi bisa mati. Dan pembunuhnya bukan para tiran, diktator, apalagi khilafah. Pembunuhnya adalah penguasa yang terpilih dalam sistem demokrasi itu sendiri. It is less dramatic but equally destructive, kata penulisnya. 


Mereka membeberkan banyak contoh; mulai dari Chávez di Venezuela, pemimpin terpilih di Georgia, Hungaria, Nicaragua, Peru, Filipina, Polandia, Russia, Sri Lanka, Turki, Ukraina, dan tentu saja AS sendiri, semuanya para pemimpin tadi membunuh demokrasi secara perlahan. Apakah penguasa di Indonesia saat ini termasuk? Mari kita lihat.


Steven dan Daniel mengatakan tidak semua pemimpin terpilih tadi memiliki track record represif dan otoriter. Memang ada yang sejak awal tampak otoriter seperti Hitler dan Chávez. Tapi banyak juga yang awalnya berwajah polos dan lugu, lalu menjadi-jadi setelah memimpin. Steven dan Daniel memberikan semacam litmus test yang bisa kita pakai agar tidak tertipu para pemimpin serigala berbulu domba ini.


Mereka menyebutnya: Four Key Indicators of Authoritarian Behavior. Pertama: Penolakan (atau lemah komitmen) terhadap sendi-sendi demokrasi. Parameternya diantaranya: Apakah mereka suka mengubah-ubah UU? Apakah mereka melarang organisasi tertentu? Apakah mereka membatasi hak-hak politik warga negara? Do they banning certain organizations, or restricting basic civil or political rights? Tiba-tiba saya teringat HTI dan para aktivisnya yang dipersekusi.


Kedua: Penolakan terhadap legitimasi oposisi. Parameternya diantaranya: Apakah mereka menyematkan lawan politik mereka dengan sebutan-sebutan subversif? Mengancam asas dan ideologi negara? Apakah mereka mengkriminalisasi lawan-lawan politik mereka dengan berbagai tuduhan yang mengada-ada? Tiba-tiba saya teringat mereka yang teriak-teriak makar, anti Pancasila dan anti NKRI, serta para ustadz dan ulama yang dikriminalisasi. 


Ketiga: Toleransi atau mendorong aksi kekerasan. Parameternya diantaranya: Apakah mereka memiliki hubungan dengan semacam organisasi paramiliter yang cenderung menggunakan kekerasan dan main hakim sendiri? Tiba-tiba saya teringat dengan Banser yang suka mempersekusi, membubarkan pengajian, serta bertindak sebagai polisi, jaksa dan hakim sekaligus. Dan penguasa hanya diam seribu bahasa seolah mengamini semuanya tadi.


Keempat: Kesiagaan untuk membungkam kebebasan sipil. Parameternya diantaranya: Apakah mereka mendukung (atau membuat) UU yang membatasi kebebasan sipil, terutama hak-hak politik dan menyampaikan pendapat? Apakah mereka melarang tema-tema tertentu? Tiba-tiba saya teringat UU Ormas, RUU HIP, serta berbagai kebijakan penguasa yang melarang pembahasan dan penyebaran khilafah ajaran Islam.


Jika jawaban dari semua test litmus di atas adalah ya, maka fixed rezim saat ini termasuk otoriter dan represif. Lalu apa dampaknya? Menurut Steven dan Daniel, tindakan represif mereka tidak hanya membunuh demokrasi, tapi juga mengakibatkan polarisasi sedemikian parah di tengah masyarakat, dan kemungkinan terburuknya bisa terjadi perang sipil. 


Steven dan Daniel lalu mengungkapkan kegelisahannya. Sekalipun dulu negara-negara demokrasi khususnya AS terbukti bisa bertahan menghadapi Perang Sipil, The Great Depression, Perang Dingin, dan Watergate, mereka sangsi kali ini AS masih bisa bertahan menghadapi ancaman polarisasi yang sedemikian ekstrim di tengah masyarakat.


Tiba-tiba saya teringat ucapan Tim Kendall (mantan direktur monetisasi Facebook) dalam film dokumenter The Social Dilemma; bahwa polarisasi akibat provokasi konten-konten hoax dan hate yang di-generate AI social media, bisa mengakibatkan perang sipil. Subhanallah, sudah sedemikian parahnya kah peradaban kapitalis hari ini? Sampai semua sisi saling bahu-membahu menghantarkan umat manusia ke dalam jurang kehancuran? 


Akar masalah dari semua ini menurut Steven dan Daniel adalah; masyarakat khususnya politisi tidak lagi memegang norma dan prinsip dengan kuat. Mereka menjelaskan, demokrasi hanyalah seperangkat aturan, tapi jika riil di lapangan aturan tadi dilanggar, maka sama saja aturan tadi tidak ada. Akhirnya para politisi dan konstituennya saling serang, saling menjatuhkan, dan nyaris menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.


Nah yang paling menarik dari statement Steven dan Daniel adalah; pada akhirnya sistem demokrasi meniscayakan para pemimpinnya teguh memegang prinsip, seperti halnya sistem monarki dahulu meniscayakan para rajanya teguh memegang prinsip. Tanpanya, sistem demokrasi ataupun monarki sama-sama gagal menciptakan kedamaian, keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.


Saya jadi bertanya-tanya; jangan-jangan masalahnya bukan keteguhan memegang prinsip. Tapi memang sejak awal prinsip yang dipegang sudah rapuh? Di mana prinsip tersebut mengizinkan penganutnya untuk saling memangsa atas nama profit? Tiba-tiba saya teringat dengan ajaran Islam. Bukankah Islam mengajarkan teguh memegang prinsip halal dan haram, perintah dan larangan? Dan bukankah prinsip tersebut tak tergoyahkan karena dilandasi penghambaan kepada Allah SWT, bukan kepada materi?


Tiba-tiba saya teringat sirah Rasulullah SAW ketika berdakwah di Makkah, kemudian beliau ditawari kekuasaan, lalu beliau dengan tegas menolaknya. Bukankah penolakan beliau ini karena prinsip Islam belum diterima dan mengakar kuat di Makkah? Lain halnya ketika prinsip Islam sudah diterima dan mengakar kuat di Madinah, akhirnya beliau jadi kepala negara Islam di sana.


Akhirnya saya jadi bertanya-tanya; jika seruan dakwah penegakkan Islam kaffah dalam bingkai khilafah saat ini terus mendapat dukungan umat; mungkinkah hal ini menjadi jalan keluar atas ancaman demokrasi yang destruktif tadi? Dan mungkinkah dalam waktu yang tidak terlalu lama, narasi-narasi “How Democracies Die” akan segera digantikan dengan narasi-narasi “How Khilafah Rise”?


Join Pedy's Book Club:

http://bit.ly/KluBukuBifrost

😄*KARANGAN BUNGA ATAU BUNGA KARANGAN*

by M Rizal Fadillah

Ratusan karangan bunga berjejer di Makodam Jaya memberi ucapan selamat atas kerja Pangdam dan jajarannya menurunkan baliho HRS di Petamburan markas FPI dan kediaman Habib Rizieq Shihab. Pekerjaan yang dinilai di luar kewenangan TNI karena hal itu adalah tugas Satpol PP. Munculnya jejeran karangan bunga di Makodam bukan membahagiakan, justru memprihatinkan. Prestasi dan heroisme apa dari peristiwa ini ? Tidak ada. Faktanya adalah penyimpangan dan perusakan wibawa TNI karena Mabes TNI menyatakan bahwa tidak ada perintah TNI untuk menurunkan baliho HRS. Karangan bunga atau bunga karangan ? Masyarakat berharap itu bukan rekayasa sebagai pencitraan atas dukungan, karena jika demikian maka yang terjadi bukan simpati tetapi olok olok baru. TNI secara keseluruhan, Kodam Jaya secara khusus tentu dirugikan dan dipastikan semakin tergerus wibawanya. Di medsos, soal karangan bunga ini disandingkan dengan seribu lebih karangan bunga untuk Ahok dan Djarot saat dahulu menjadi Gubernur. Rekor Muri tersematkan. Konon karangan bunga dukungan tersebut ada pembiayanya. Isu bahwa bunga itu dipesan oleh kubu Ahok sendiri cukup santer. Fadli Zon menghitung besaran dana yang dikeluarkan hingga 1 milyaran. Artinya mubazir. Kini terulang jejeran karangan bunga di Makodam Jaya. Selamat untuk sukses memenangkan pertempuran melawan baliho. Bukan prestasi tetapi mencoreng diri sendiri. TNI harus mengoreksi dan mengevaluasi agar kembali ke jati diri sebagai ksatria sejati. Jangan terus melabrak sana sini hanya karena gengsi. Stop beraksi di aras permainan politik. TNI adalah milik rakyat yang bekerja sekuat tenaga demi negara dan bangsa. Bukan semata menjalankan kemauan penguasa. Tak perlu pujian berupa karangan bunga. Apalagi jika itu hanya bunga karangan. Nah prajurit Tentara Nasional Indonesia, selamat berjuang untuk dan bersama rakyat. Sejarah tidak suka pada basa basi atau cari sensasi tetapi bukti-bukti. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 24 Nopember 2024
 
Support: Twitter | Blog | Facebook
Copyright © 2012. Baiturrohim - All Rights Reserved
Published by Tapiono Creative
Powered by Blogger